Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JURNAL MEDIAPSI VOLUME 1 NOMOR 1, DESEMBER 2015, HAL 59-66 59 PERBEDAAN POLITICAL AWARENESS DILIHAT DARI PERAN GENDER PEMILIH PEMULA Rojihah, Lusy Asa Akhrani, Nur Hasanah Rojihahjeje Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya ABSTRAK Tuntutan adanya kesetaraan gender dalam bidang politik yang disuarakan oleh gerakan feminis di Indonesia pada akhirnya membuahkan hasil. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan affirmatif action, yaitu memberi kuota 30% bagi perempuan dalam persaingan politik di Indonesia. Pemuda sebagai pemilih pemula adalah agent of change, moral force, iron stock dan social control yang memiliki kontribusi besar untuk mewujudkan kebangkitan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan kesadaran politik dilihat dari peran gender pemilih pemula. Desain enelitian ini menggunakan metode kuantitatif komparasi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan skala political awareness serta skala peran gender. Reliabilitas menggunakan formula Cronbach Alpha. Uji asumsi penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan formula Kolmogorov Smirnov dan uji homogenitas dengan Levene’s test. Uji Hipotesis menggunakan anova satu jalur one way anova menggunakan bantuan SPSS for widows. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak signifikan karena p > 0,05 yang menunjukkan bahwa political awareness tidak bisa dibedakan berdasarkan peran gender. Kata kunci political awareness, gender, pemilih pemulaWacana tentang keterlibatan perempuan dalam politik masih menjadi perdebatan tersendiri di kalangan masyarakat. Namun, jika dilihat dari perkembangannya sendiri, kehadiran perempuan dalam dunia politik bisa dijadikan sebuah indikasi bahwa negara tersebut telah terjadi kemajuan demokrasi. Tuntutan adanya kesetaraan gender dalam bidang politik yang disuarakan oleh gerakan feminis di Indonesia pada akhirnya membuahkan hasil. Menurut Azis 2013 Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan affirmatif action, yaitu memberi kuota 30% bagi perempuan dalam persaingan politik di Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang Pemilu No. 12 Pasal 65 Tahun 2003. Pemuda sebagai pemilih pemula adalah agent of change, moral force, iron stock dan social control yang memiliki kontribusi besar untuk mewujudkan kebangkitan bangsa. Data Komisi Pemilihan Umum KPU menunjukkan, jumlah pemilih pemula pemilu 2014 yang berusia 17 sampai 20 tahun sekitar 14 juta orang. Kesadaran politik merupakan kondisi psikologis yang tanggap terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehidupan bernegara. adanya kesadaran politik pada masyarakat memungkinkan mereka untuk menjadi anggota masyarakat yang menurut Almond 1999 berbudaya politik partisipan yakni orang-orang secara aktif melibatkan diri dalam kehidupan politik. Perbedaan Political Awareness Dilihat dari Peran Gender Pemilih Pemula JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 60 Menurut Syamsuddin Dja’far,2008 aktif dalam kehidupan politik tidak perlu diartikan bahwa warga negara harus terjun berpolitik praktis. Setidaknya masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai tentang sistem politik sehingga mereka sadar dan memahami kemana mereka akan dibawa. Kesadaran politik dipercaya sebagai modal minimal dalam kehidupan bernegara, dengan memiliki kesadaran politik yang memadai, rakyat bisa menilai dan bereaksi terhadap gejala-gejala politik yang ada disekitarnya baik positif dan negatif. Ruang publik dalam konteks ruang politik yang didominasi laki-laki adalah karena dorongan kebudayaan yang belum berpihak kepada perempuan. Hubungan perempuan dan politik tidak lepas dari image dan konstruksi sosial perempuan dalam relasi masyarakat. Image yang selama ini muncul di benak masyarakat adalah perempuan tidak layak masuk ke dunia politik karena politik itu kejam, keras dan penuh debat, yang hal itu hanya layak dan bisa dipenuhi oleh laki-laki. Sehingga peneliti berasumsi bahwa hal demikian juga dipengaruhi oleh kesadaran politik yang berbeda antara laki-laki maupun perempuan. Kesadaran politik merupakan kondisi psikologis yang tanggap terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehidupan bernegara. adanya kesadaran politik pada masyarakat memungkinkan mereka untuk menjadi anggota masyarakat yang menurut Almond 1990 berbudaya politik partisipan yakni individu-individu secara aktif melibatkan diri dalam kehidupan politik. Pemilih pemula belum mempunyai bekal pengetahuan yang cukup terhadap suatu organiasi yang mengarah dibidang politik berbeda dengan pemilih yang sudah pernah terlibat aktif dalam pemilihan umum. kurangnya sosialisasi politik dari lingkungan sekolah dan masyarakat, kurangnya sosialiasi erta simulasi pemilihan umum yang dilakukan KPU Komisi Pemilihan Umum kepada pemilih pemula, sehingga kesadaran politik masih belum maksimal Tyas & Harmanto, 2014. Kesadaran politik secara konsisten dikaitkan dengan pengetahuan individu tentang berbagai isu dan fenomena politik, oleh karena itu setiap kali pengetahuan ini diperkaya, kemampuan untuk lebih memahami masalah politik meningkat, yang disebut kesadaran politik. Perkembangan politik di masyarakat umumnya diukur dengan kesadaran politik yang membantu mengembangkan gerakan demokrasi dan politik negara. sehingga berdasarkan fenomena di atas dilakukan penelitian tentang perbedaan tingkat kesadaran politik antara laki-laki dan perempuan pada pemilih pemula karena pemilih pemula baik laki-laki maupun perempuan merupakan pemilih yang baru pertama kali memiliki hak suara karena faktor usia, yang berdasarkan asumsi penulis pemilih pemula belum begitu mengenal dunia politik serta memiliki kemungkinan menjadi target kampanye politik pada periode ini sehingga penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu sumber untuk membuat kebijakan yang memiliki nilai untuk mempertimbangkan kesadaran politik pada pemilih pemula dilihat dari gender berdasar perspektif psikologi politik. METODE Partisipan dan Desain Penelitian Penelitian ini melibatkan keseluruhan dari Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang termasuk dalam kategori pemilih pemula pada ROJIHAH, AKHRANI & HASANAH JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 61 pemilu 2014 secara spesifik merupakan angkatan 2011, 2012 dan 2013 sebagai populasi, sedangkan sampel penelitian menggunakan teknik non probability sampling, yaitu dengan purposive sampling. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik purposive dilakukan karena sampel yang terpilih harus memiliki karakteristik-karakteristik khusus sesuai dengan tujuan dari penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang bersifat komparasi atau perbedaan, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk membedakan atau membandingkan hasil penelitian antara dua atau lebih kelompok penelitian. Penggunaan teknik purposive sampling pada penelitian ini didasarkan pada penilaian terhadap karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh anggota dalam populasi yang dianggap mampu memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian atau menjawab penelitian, karena memiliki karakteristik yaitu, 1 Mahasiswa Fisip Universitas Brawijaya angkatan 2011, 2012 dan 2013, 2 berusia 17-21 tahun pada tahun 2014, 3 Menghadapi pemilu legislatif maupun pemilu presiden pertama kali tahun 2014 saat penelitian, peneliti memustuskan untuk mengambil sampel sebanyak 125 mahasiswa yang terdiri dari 50 mahasiswa laki-laki dan 75 mahasiswa perempuan. Instrumen Penelitian Metode pengumpulan data dengan skala digunakan untuk mengukur data yang berupa konsep psikologis Azwar, 2012. Hal tersebut dapat diungkap melalui indikator-indikator untuk kemudian disusun berupa aitem-aitem pertanyaan atau pernyataan. Melalui skala tersebut, atribut-atribut tertentu dapat diungkap melalui respon pertanyaan ukur yang digunakan dalam penlitian ini adalah sebanyak dua skala yaitu skala peran gender yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya milik Wathani 2009 yang diadaptasi dari skala milik Bem yaitu BSRI Bem Scale Role Inventory meliputi aspek maskulin, feminin dan androgini dengan item sejumlah 29 item. Hasil uji coba skala peran gender menunjukkan bahwa alat ukur valid dan reliabel dengan koefisien reliabilitas sebesar 0, alat ukur political awareness disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi menurut Agboola dan Adekeye Abonu, Agunlade & Yunusa, 2013 dengan keseluruhan item berjumlah 20 item. Nilai koefisien reliabilitas untuk skala political awareness sebesar 0,847. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan memberikan skala kepada subjek penelitian, yaitu mahasiswa FISIP Universitas Brawijaya Malang angkatan 2011, 2012 dan 2013 yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Analisis Data Analisis data menggunakan one-way ANOVA untuk mengetahui apakah sampel kelompok tersebut sama atau berbeda. Selanjutnya data diolah dengan menggunakan bantuan program SPSS for windows. HASIL Uji asumsi Skala diberikan kepada subjek dengan jumlah 177 mahasiswa yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian, kemudian diseleksesi hingga tersisa 125 mahasiswa yang memenuhi karakteristik penelitian, 32 mahasiswa sisanya gugur karena tidak memenuhi salah satu Perbedaan Political Awareness Dilihat dari Peran Gender Pemilih Pemula JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 62 karakteristik penelitian yaitu belum pernah mengikuti pemilu legislatif pada tahun 2014. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas meliputi persebaran data pada satu variabel yaitu, variabel bebas political awareness. Selanjutnya juga dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui apakah populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah homogen sejenis atau tidak. Uji normalitas dan uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS Statistical Package for Social Science version for windows. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini akan dianalasis menggunakan tes Kolmogorov-Sminov dengan bantuan SPSS Statistical Package for Social Science version for windows dengan tingkat signifikansi 0,05. Populasi data dikatakan terdistribusi secara normal apabila hasil tes Kolmogorov-Sminovp> 0,05. berikut ini adalah hasil uji normalitas Kolmogorov-Sminovdengan bantuan SPSS Statistical Package for Social Science version for windows. Hasil uji noormalitas dengan tes Kolmogorov-Smirnov pada masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Berdasarkan tabel 1 menunjukkan hasil dari uji Kolmogorov-Smirnovpada variabel political awareness menunjukkan angka 1,073 dengan nilai signifikansi 0,200 yang berarti p > 0,05 0,200> 0,05 maka populasi data dikatakan terdistribusi normal. Uji Homogenitas Uji homogenitas diperlukan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah homogen sejenis atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Levene’s Test, alasan menggunakan metode Levene’s test karena penelitian ini hanya membandingkan dua varians. Data dikatakan homogen jika signifikansi yang diperoleh > 0,05. Hasil uji linieritas dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa pada variabel dependen political awareness hasil Levene’s testsebesar 0,922dan nilai signifikansi sebesar 0,433 sehingga data dikatakan homogen sejenis karena 0,433> 0,05. ROJIHAH, AKHRANI & HASANAH JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 63 Hasil Uji Hipotesis Uji hipotesis pada penelitian ini adalah menguji perbedaan political awareness dilihat dari peran gender pemilih pemula dengan menggunakan uji one way anova anova satu jalur dilanjutkan dengan post-hoc test menguji tiap dua kelompok dengan bantuan SPSS Statistical Package for Social Science version for windows. Selanjutnya uji one way anova menunjukkan hasil sebagai berikut Tabel 3 Hasil uji one way anova Between Groups Within Groups Berdasarkan tabel 3 menunjukkan hasil uji one way anova pada variabel dependen political awareness. Sum of squares atau jumlah kuadrat dari deviasi masing-masing pengamatan menunjukkan nilai 68,401 untuk variansi antar kelompok sedangkan nilai 3286,799 untuk variansi dalam kelompok. derajat kebebasan antar kelompok berjumlah tiga sedangkan derajat kebebasan dalam kelompok berjumlah 21. Mean square atau rata-rata kuadrat antar kelompok menunjukkan nilai 22,800 sedangkan rata-rata kuadrat dalam kelompok menunjukkan nilai 27,164. F empiris pada penelitian ini bernilai 0,839 dan Signifikansi pada uji one way anova ini menunjukkan nilai 0,475 yang berarti hasil dari uji one way anova ini tidak signifikan karena sig > 0,05 yaitu 0,475 > 0,05. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa hipotesaa alternatif dari penelitian ini ditolak sedangkan hipotesaa awal diterima Ha ditolak, H0 diterima. Peneliti selanjutnya mencoba menggunakan Multiple comparison melalui post hoc test dependen variabel political awreness dan menunjukkan hasil sebagai berikut Tabel 4 Hasil Post Hoc Tests I Peran gender- J Peran gender Perbedaan rata-rata I-J Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian terhadap dua kelompok penelitian. Perbedaan rata-rata antara peran gender feminin dibandingkan dengan peran gender maskulin bernilai 0,328, standar error menunjukkan nilai 1,655 dan nilai signifikansi sama-sama menunjukkan nilai 0,843 yang berarti sig > 0,05 yaitu 0,843 > 0,005 maka hasilnya tidak signifikan atau H0 diterima sedangkan Ha ditolak. Kesimpulan dari masing-masing uji hipotesa yang dilakukan baik uji one way anova maupun post hoc tests sama-sama menunjukkan bahwa hasil penelitian ini tidak signifikan karena sig > 0,05 yang berarti hipotesa awal penelitian diterima sedangkan hipotesa alternatif dari peneliti ditolah H0 diterima Ha ditolak, berarti variabel dependen berupa political awarenss tidak dapat dibedakan menurut peran gender. Perbedaan Political Awareness Dilihat dari Peran Gender Pemilih Pemula JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 64 DISKUSI Penelitian ini melibatkan 125 mahasiswa yang terdiri dari 55 orang mahasiswa dan 70 mahasiswi sebagai sampel penelitian, berdasarkan skala peran gender yang diberikan didapatkan hasil peran gender maskulin sebanyak 14 orang, feminin sebanyak 34 orang, androgini sebanyak 33 orang dan undifferentiated sebanyak 44 orang. Syarat diterimanya hipotesa adalah ketika nilai sig 0,05 yaitu pada uji one way anova yang menunjukkan 0,475 > 0,05 sehingga hasil yang diperoleh dikatakan tidak signifikan, begitu pula ketika di uji melalui post hoc tests menunjukkan nilai 0,485 > 0,05 sehingga dapat dapat ditarik kesimpulan melalui uji one way anova maupun post hoc test hasil data penelitian ini dikatakan tidak signifikan yang berarti political awareness tidak dapat dibedakan menurut peran gender seseorang. Surbakti 2010 menyatakan bahwa kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup. Graber Ibagere, 2013 mengungkapkan bahwa kesadaran politik adalah mempelajari, menerima serta mengakui kebiasaan, aturan, struktur dan faktor lingkungan kehidupan politik pemerintahan. Seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik akan sadar untuk memberikan hak suaranya di dalam pemilu, memantau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan mengajukan kritik terhadap pemerintah manakala ia melihat pemerintah tidak memberikan hak-hak yang seharusnya ia dapat sebagai seorang warga negara. International Journal of Education and Research vol. 1 tahun 2013 yang berjudul Assesment of Political Awareness Among Students of Social Studies in Nigerian Secondary School for citizenship oleh Abonu, Ogundale & Yunusa membahas tentang investigasi dari enam area geopolitik di Nigeria melibatkan pelajar JSSIII sebagai subjek. Alat ukur yang digunakan yaitu cognitive aspect of political awareness in social study education CAPASSE, effective aspect of political awareness in social study education AAPASSE dan terakhir psychomotor aspect of political awareness in social study education PAPASSE. Hasil dari penelitian ini menggunakan one way analysis of variance ditemukan bahwa tidak ada indikasi perbedaan signifikan antara hasil dari CAPASSE, AAPASSE dan PAPASSE. Peneliti berasumsi bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya suatu kesadaran politik seorang individu, seperti umur, jenis kelamin, dan status pendidikan sehingga dijadikan sebagai data demografis dalam skala penelitian. Hasil penelitian menemukan bahwa tingkat pendidikan dan serta mudahnya akses komunikasi yang menentukan ada atau tidaknya perbedaan peran gender terhadap political awareness, subjek pada penelitian ini terdiri dari mahasiswa yang sama-sama menempuh pendidikan Strata satu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya meskipun mereka subjek terbagi-bagi dalam berbagai macam jurusan yaitu ilmu komunikasi, sosiologi, psikologi, hubungan internasional, ilmu politik dan ilmu pemerintahanan. Selain itu mudahnya akses informasi dan komunikasi juga memiliki peran yang besar terhadap penerimaan pengetahuan ROJIHAH, AKHRANI & HASANAH JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 65 mengenai politik karena pada tahun pertama perkuliahan semu jurusan dan program studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik memberikan mata kuliah pengantar ilmu politik, sehingga kedua faktor tersebut yang menurut asumsi peneliti menjadi penyebab tidak adanya perbedaan political awareness pada penelitian ini. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melibatkan subjek dengan karakteristik yang berbeda misalnya, mahasiswa yang lebih beragam tidak hanya dari Fakultas Ilm Sosial dan Ilmu Politik, tetapi juga dari fakults eksakta misalnya Kedokteran, Pertanian, Perikanan dan lain sebagainya. Subjek yang beraneka ragam nantinya diharapkan dapat merepresentasikan mengenai political awareness yang beragam pula. KESIMPULAN 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan political awareness antara peran gender maskulin dan peran gender feminin berdasarkan hasil analisis menunjukkan p> 0,05 yaitu 0,475> 0,05.. 2. Analisis tambahan dari penelitian ini, peneliti juga melihat perbandingan antara tipe peran gender lainnya yaitu androgini dan undifferentiated dan didapatkan hasil yang tidak berbeda dengan perbandingan tipe peran gender lainnya, yaitu tidak ada perbedaan signifikan, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa political awareness tidak dapat dibedakan menurut peran gender. DAFTAR PUSTAKA Almond, Verba S. 1990. Budaya Politik, Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Bumi Aksara Jakarta. Azis, A. 2013. Dilema Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen. Yogyakarta Rangkang Education. Azwar, S. 2012.Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Baron, Robert A & Byrne, Donn. 2004.Psikologi Sosial. Jakarta Erlangga. D. N. Abonu., Agunlade & Yunusa. 2013. Assesment of Political Awareness Among Students of Social Studies in Nigerian Secondary Schools for Citizenship. International Journal of education research, 1, p1-10. Dja’far, Y. 2008. Peranan Pers dalam Meningkatkan Kesadaran Politik Masyarakat. Jurnal ilmiah Dinamika, 1, hal1-4. Ibagere, E. 2013. The Mass Media, Nigerian’s Political Awareness and Their Capacity to Make Political Choices. European Journal of Arts and Humanities. 12, p68-78. Poerwanti, E. 2000. Pendekatan Kuantitatif dalam Penelitian Perilaku. Malang Universitas Muhammadiyah Malang. Surbakti, R. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta PT. Grasindo. Tyas, & Harmanto. 2014. Peran Orang Tua dalam Menanamkan Perbedaan Political Awareness Dilihat dari Peran Gender Pemilih Pemula JURNAL PSIKOLOGI MEDIAPSI 66 Kesadaran Politik pada Anaknya sebaga Pemilih Pemula di Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto Surabaya. Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 1, hal 273-289 Wathani, F. 2009. Perbedaan Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Pakaian Ditinjau dari Peran Gender. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Tidak ditebitkan. ... The homogeneity test was carried out using the Leneve's test with the SPSS 16 program, the reason for using the Leneve's test method was because this study only compared two variances. The data is said to be homogeneous if the significance obtained is > [27]. ...Farralia RamadhaniYetri YetriIrwandani IrwandaniThis study aims to see the effect of using the two stay two stray learning model assisted by an innovative module on the cognitive learning outcomes of students on the topic of simple machines. This quantitative study used a quasi-experimental design with a pretest-posttest control group design. This study consisted of 2 classes, class VIII A as the experimental class and class VIII B as the control class. The results showed that the average of the cognitive test of the experimental class was and the control class was The results of data processing using the Mann Whitney test with a sig level of revealed that the results of tailed were less than which means that there is a difference in the posttest average value of students’ cognitive learning outcomes in the control and experimental RamayaniFerizaldi FerizaldiOne of the tasks that need to be considered in enforcing a disciplined and conducive work situation in a government agency is the frequency of the presence of State Civil Apparatus. The frequency of attendance is now controlled through the FingerPrint Attendance system. This study aims to explore the effect of Fingerprint Attendance on the Discipline of the State Civil Apparatus at the Education and Culture Office of Lhokseumawe City. The research method employed was quantitative with a saturated sampling technique census and the sample participants were all respondents who are all State Civil Apparatuses within the Education and Culture Office of Lhokseumawe City. The data analysis method used was simple linear regression analysis. The results of this study indicated that Fingerprint Attendance has a positive and significant effect on the discipline of the State Civil Apparatus, this is evidenced by the results of the t-test partial test obtained by comparing the significant value in the t-test table with a significance level of obtained < the result was that the H1 was accepted. Based on the results of the coefficient of determination test R2, the coefficient of determination R2 is 28%.Nanda SeptianaThis study focuses on whether there is an effect of small group work learning strategies on thematic learning outcomes and how much influence small group work learning strategies have on thematic learning outcomes of class V SDNU Bangil students. This research method uses quantitative correlation with data collation techniques through questionnaires, observations, interviews, and documentation and data analysis using product moment correlation statistics. From the results of this study indicate that the learning strategy of small group work on thematic learning outcomes of class V SDNU Bangil students has no effect that before the small group work learning strategy was carried out, 30% grade V students did not achieve the Minimum Completeness Criteria KKM, while after 32% implementation of small group work learning strategies that did not reach the KKM. As the results of the data analysis obtained that first, there is no effect of small group work learning strategies on thematic learning outcomes of class V SDNU Bangil students, this is evidenced by the value of statistical data results which show that "r" work ie is more the size of the "r" product moment table where N = 28 in the 95% confidence interval is and in the 99% confidence interval a value of is obtained, it can be said that there is no influence between variable X and variable Y. Thus the working hypothesis the writer used stated that there was no effect of small group work learning strategies on thematic learning outcomes of class V SDNU Bangil students "not accepted". Second, the influence of small group work learning strategies on thematic learning outcomes of class V SDNU Bangil students is low. This is evidenced by the results of statistical data analysis which shows that the "r" of work is in the coefficient interval - agen perubahan, mahasiswa dituntut untuk memiliki kesadaran politik yang baik. Dengan kesadaran politik yang baik maka mahasiswa memiliki kesadaran akan posisinya dalam sebuah tatanan kehidupan bernegara yang lebih lanjut memperkuat sistem demokrasi negara tersebut. Selama ini kesadaran politik diukur melalui tingkat partisipasi pemilu dan indeks demokrasi Indonesia IDI khusus aspek hak-hak politik. Pengukuran tersebut merupakan pengukuran tidak langsung yang terkadang menghasilkan tingkat kesadaran politik yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan suatu indeks khusus untuk mengukur tingkat kesadaran politik seseorang. Karenanya melalui studi di Politeknik Statistika STIS penelitian ini bertujuan mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi tingkat kesadaran politik seseorang dan menjelaskan gambaran umum tingkat kesadaran politik mahasiswa Politeknik Statistika STIS menggunakan indeks kesadaran politik IKP. Pengukuran IKP menggunakan kuesioner yang terdiri 36 item pertanyaan yang mencakup dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Data dikumpulkan pada 4 Juni 2020 dengan unit analisis sebanyak 140 sampel mahasiswa Politeknik Statistika STIS yang diiambil menggunakan metode Stratified Circular Systematic Sampling. Hasil analisis menemukan bahwa tingkat kesadaran politik mahasiswa Politeknik Statistika STIS tergolong sedang atau cukup baik dengan masing-masing dimensi yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor secara berurutan termasuk dalam kategori tinggi, rendah, dan tinggi. Elo IbagereDemocracy and political development are issues that are critical to Nigeria as a nation. Success in this regard depends, to a large extent, on political information and the people's awareness and understanding of issues that determine the people's political choice. This paper examines Nigerians' political awareness, their capacity to make their political choice and the role of the media in this configuration. The paper submits that the level of the people's awareness is low and consequently, they do not possess the capacity to make the right political choice. The media are equally unable to play their role in increasing the people's political awareness and their capacity to make a good choice. This is as a result of numerous challenges facing the media. The paper finally recommends full democratization of the media as a way of making the media play their political Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen. Yogyakarta Rangkang EducationA AzisAzis, A. 2013. Dilema Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen. Yogyakarta Rangkang Skala Psikologi. Yogyakarta Pustaka PelajarS AzwarAzwar, S. 2012.Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta Pustaka Pers dalam Meningkatkan Kesadaran Politik MasyarakatY Dja'farDja'far, Y. 2008. Peranan Pers dalam Meningkatkan Kesadaran Politik Masyarakat. Jurnal ilmiah Dinamika, 1, Kuantitatif dalam Penelitian PerilakuE PoerwantiPoerwanti, E. 2000. Pendekatan Kuantitatif dalam Penelitian Perilaku. Malang Universitas Muhammadiyah SurbaktiSurbakti, R. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta PT. Orang Tua dalam MenanamkanF TyasHarmantoTyas, & Harmanto. 2014. Peran Orang Tua dalam MenanamkanSkripsi Universitas Sumatera UtaraPeran GenderPeran Gender. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Tidak ditebitkan.
hukumtata negara, Pemilu merupakan proses politik dalam kehidupan ketatanegaraan sebagai sarana menunjuk pembentukan lembaga-lembaga perwakilan yang mengemban amanah rakyat. Dengan kata lain, pemilu merupakan salah satu cara pengisian jabatan untuk memilih wakil-wakil rakyat dalam suatu negara demokrasi.Politik merupakan sarana yang paling elegan dalam meraih atau mendapatkan suatu kekuasaan. Kebijakan-kebijakan yang ada dalam suatu Negara merupakan produk politik yang digunakan oleh sekelompok orang, dalam hal ini adalah pemerintah, untuk mempengaruhi atau merubah suatu tatanan kehidupan masyarakat. Tentu bukanlah hal mudah untuk mempengaruhi atau memberikan pemahaman politik terhadap masyarakat. Ada beberapa faktor dominan yang dapat mempengaruhi pemahaman politik masyarakat, yaitu faktor pendidikan, faktor lingkungan, faktor jenis kelamin, faktor keturunan sampai faktor mata pencarian. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran penting dalam mempengaruhi atau memberikan pemahaman terhadap politik melalui sarana pendidikan di lingkungan sekolah secara khusus bagai pemilih pemula dan masyarakat secara umum. Tujuan penulisan ini adalah agar siswa sebagai masyarakat sekaligus sebagai pemilih pemula dapat memiliki pemahaman secara mendasar mengenai politik melalui sarana pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik. Sehingga siswa sebagai pemilih pemula dan masyarakat secara umum melek politik dan mampu untuk menunjukkan sikap partisipatif terhadap politik. Metode penulisan yang digunakan dalam paper jurnal ini adalah studi kepustakaan dengan didukung oleh hasil penelitian yang relevan. Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu media sarana pendidikan politik diharapkan dapat meningkatkan partisipasi politik pada para gerasi muda atau yang sering disebut sebagai pemilih pemula, sehingga dalam penerapan konsep masyarakat yang demokratis dapat terlaksana dengan baik. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 1 2018 44-51Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu SosialAvailable online Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemulamelalui Pendidikan KewarganegaraanAsmika RahmanProgram Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Program PascasarjanaUniversitas Negeri Yogyakarta, IndonesiaDiterima Pebruari 2018; Disetujui April 2018; Dipublikasikan Juni 2018AbstrakPolitik merupakan sarana yang paling elegan dalam meraih atau mendapatkan suatu kekuasaan. Kebijakan-kebijakan yang adadalam suatu Negara merupakan produk politik yang digunakan oleh sekelompok orang, dalam hal ini adalah pemerintah, untukmempengaruhi atau merubah suatu tatanan kehidupan masyarakat. Tentu bukanlah hal mudah untuk mempengaruhi ataumemberikan pemahaman politik terhadap masyarakat. Ada beberapa faktor dominan yang dapat mempengaruhi pemahamanpolitik masyarakat, yaitu faktor pendidikan, faktor lingkungan, faktor jenis kelamin, faktor keturunan sampai faktor matapencarian. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran penting dalam mempengaruhi atau memberikan pemahaman terhadappolitik melalui sarana pendidikan di lingkungan sekolah secara khusus bagai pemilih pemula dan masyarakat secara penulisan ini adalah agar siswa sebagai masyarakat sekaligus sebagai pemilih pemula dapat memiliki pemahaman secaramendasar mengenai politik melalui sarana pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik. Sehingga siswa sebagaipemilih pemula dan masyarakat secara umum melek politik dan mampu untuk menunjukkan sikap partisipatif terhadap penulisan yang digunakan dalam paper jurnal ini adalah studi kepustakaan dengan didukung oleh hasil penelitian yangrelevan. Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu media sarana pendidikan politik diharapkan dapat meningkatkanpartisipasi politik pada para gerasi muda atau yang sering disebut sebagai pemilih pemula, sehingga dalam penerapan konsepmasyarakat yang demokratis dapat terlaksana dengan Kunci Konsep Dasar; Pendidikan Politik; Pemilih is the means the most elegant in the grab or get a power. Policies that exist within a country is a political product that is usedby a group of people, in this case is the Government, to influence or change an order of people's lives. Of course it is not easy toinfluence or give a political understanding on the community. There are several factors that can affect the dominant understandingof the political community, namely educational factors, environmental factors, factors of gender, heredity factors to education has an important role in influencing or providing an understanding of politics through means of education inthe school environment in particular like a novice voters and the public in General. The purpose of thiswriting is to make the studentsas well as community voters beginners can have fundamentally understanding about politics through means of civic education as apolitical education. So the student as novice voters and the public in general political literacy and are able to demonstrateparticipatory attitude towards politics. Writing method used in this study is a journal paper libraries supported by the results ofrelevant research. Citizenship education as one of the media means of political education is expected to increase politicalparticipation on the young gerasi or commonly referred to as novice voters, resulting in the application of the concept of communityDemocratic concluded The Basic Concept; Political Education; Novice to Cite Rahman, A. 2018. Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui PendidikanKewarganegaraan. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10 1 44-51.*Corresponding authorE-mail asmikarahman89 2085-482X PrintISSN 2407-7429 Online Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 1 2018 era serba canggih saat ini, kita dituntutuntuk berfikir secara cepat dalam hal apapun, tidakterlepas dalam urusan politik. Politik merupakansarana yang paling elegan dalam meraih ataumendapatkan suatu kekuasaan. Kebijakan-kebijakan yang ada dalam suatu negara merupakanproduk politik yang digunakan oleh sekelompokorang, dalam hal ini adalah pemerintah, untukmempengaruhi atau merubah suatu tatanankehidupan masyarakat. Misalnya kebijakan untukmenaikkan harga bahan bakar miyak, menaikkanharga bahan pokok makanan, menaikkan tarifdasar listrik, menaikkan pajak kendaran bermotor,merubah kurikulum pendidikan, dan lainsebagainya. Maka dari itu masyarakat ditutut untukmelek politik atau dengan kata lain faham terhadappolitik, agar tidak mudah terprovokasi atau ditipuoleh kebijakan-kebijakan yang tidak pro terhadaprakyat. Rakyat mempunyai peran yang sangatpenting dalam suatu Negara, karena sukses atautidaknya sebuah pemilu akan diukur dari sebatasmana partisipasi masyarakat dalam pemilihanumum tersebut. Baik itu pemilihan umum legislatif,presiden maupun pemilihan umum kepala pemilihan umum tersebut selaluterdapat pemilih pemula. Menurut Undang-UndangNo. 10 tahun 2008 Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2serta pasal 20 menyebutkan bahwa pemilih pemulaadalah warga Indonesia yang pada hari pemilihanatau pemungutan suara adalah warga NegaraIndonesia yang sudah genap berusia 17 tahun danatau lebih atau sudah/pernah kawin yangmempunyai hak pilih, dan sebelumnya belumtermasuk pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu. Pemilih pemula dalam kategoripolitik adalah kelompok yang baru pertama kalimenggunakan hak pilihnya Setiajid, 201119.Berati kriteria pemilih pemula merupakan merekayang berusia 17 tahun ke atas atau telah menikahatau yang baru pertama kali menggunakan hakpilihnya pada saat pemilihan umum satu peran masyarakat atau pemilih pemuladalam politik adalah memiliki fungsi kontrolterhadap jalannya suatu pemerintahan, dari fungsiinilah sehingga dapat berpengaruh terhadapkebijakan-kebijakan yang dibuat, pemerintah harusmempertimbangkan segala sesuatunya berdasaratas keinginan dan kebutuhan rakyatnya, bukankarena atas dasar keinginan suatu kelompok bukanlah hal mudah dalammempengaruhi atau memberikan pemahamanpolitik terhadap masyarakat rakyat. Adabeberapa faktor dominan yang dapatmempengaruhi pemahaman politik masyarakat,yaitu faktor pendidikan, faktor lingkungan, faktorjenis kelamin, faktor keturunan sampai faktor matapencarian. Jika salah satu dari kelima faktor tesebutdapat berperan aktif dalam masyarakat, maka akanmempengaruhi pemahaman masyarakat terhadappolitik. Dari segi budaya politik juga memiliki peranbesar dalam pemahaman masyarakat terhadappolitik, yaitu seperti dikemukakan oleh Gabriel AlAlmond dan Sidney Verba 199021 yangmengatakan bahwa budaya politik adalah sikaporientasi warga negara terhadap sistem politik dananeka ragam bagiannya, dan sikap terhadapperanan warga negara didalam sistem menurut Mochtar Mas’oed dan ColinMac Andrew 198641 mengatakan budaya politikadalah sikap dan orientasi warga suatu negaraterhadap kehidupan pemerintahan negara Kewarganegaraan memilikiperan penting dalam mempengaruhi ataumemberikan pemahaman terhadap politik melaluisarana pendidikan di lingkungan sekolah secarakhusus bagai pemilih pemula dan masyarakatsecara umum. Materi-materi yang berkaitandengan politik secara eksplisit terdapat padamateri pelajaran di jenjang Sekolah Menengah AtasSMA kelas XI sebelas, yaitu pada BAB BudayaPolitik. Bab ini menjelaskan tentang pengertianbudaya, politik, budaya politik, tipe-tipe budayapolitik dan lain sebagainya. Sehingga harapannya,setelah peserta didik selesai menempuh materi ini,peserta didik mampu untuk mendeskripsikanpengertian budaya politik, menganalisis tipe-tipebudaya politik yang berkembang dalammasyarakat, mendeskripsikan pentingnyasosialisasi pengembangan budaya politik, sertamampu menampilkan peran serta budaya politikpartisipan. Begitu juga pendidikan politik yangdapat kita berikan kepada masyarakat sekitar padaumumnya, yaitu dengan cara berperan aktif dalamkegiatan kemasyarakatan seperti ikut rapat RT, ikutkegiatan ronda, ikut serta dalam pemilihan umumKepala Desa/Dukuh dan lain penulisan ini adalah agar siswasebagai masyarakat sekaligus sebagai pemilih Asmika Rahman. Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan Kewarganegaraan46pemula dapat memiliki pemahaman secaramendasar mengenai politik melalui saranapendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikanpolitik. Sehingga siswa sebagai pemilih pemula danmasyarakat secara umum melek politik dan mampuuntuk menunjukkan sikap partisipatif terhadappolitik. Adapun manfaat teoritik dari penulisan iniadalah bagi penulis dapat memberikan pengalamanyang sangat berharga dalam penyusunansistematika pembuatan paper. Penulis jugamendapatkan pengetahuan tentang konsep dasarpendidikan politik dalam masyarakat. Penulis jugamenyadari bahwa masih banyak kekurangannyadalam penulisan paper ini. Adapun manfaat bagisiswa dan masyarakat luas adalah membentuksiswa dan masyarakat yang tahu dan faham akankehidupan berbangsa dan bernegara, dimana siswadan masyarakat dibekali dengan pengetahuanbudaya politik dan diajarkan tentang bagaimanapartisipasi PolitikPolitik memiliki makna cukup beragam. Adayang menyebutnya dengan seni dan ilmupemerintahan, ilmu tentang negara, dan pembagiankekuasaan. Pada dasarnya politik berkenaandengan perilaku manusia dalam mendapatkankekuasaan, menjalankan kekuasaan, danmempertahankan politik merupakan salah satu ilmutertua dari beberapa cabang ilmu yang ada. Secaraetimologis, politik berasal dari Bahasa Yunani“polis” yang artinya negara kota. Dari istilah polisini, berkembang konsep polites yang berarti warganegara dan konsep politikos yang berartikewarganegaraan. Dari arti etimologis tersebut,politik dapat diartikan sebagai sesuatu yangberhubungan dengan atau antara warga negarapada suatu negara kota. Dalam bahasa Inggris, akarkatanya adalah politics, yang bermaknakebijaksanaan policy. Jika dilihat dari keduabahasa tersebut, bahasa Yunani dan Inggris, makapolitik dapat dipahami sebagai suatu proses dansistem penentuan dan pelaksanaan kebijakan yangberkaitan erat dengan warga negara dalam satunegara kota Sitepu, 2012.Pengertian politik dari para ahli diantaranyadikemukakan oleh Laswell dkk 1952 bahwapolitik merupakan suatu proses dalam bentuk“siapa yang mendapatkan apa, kapan danbagaimana” politics as who gets, what, when, andhow. Easton 1981 merumuskan politik sebagaipola-pola kekuasaan, aturan dan kewenangan,kehidupan publik, pemerintah, dan 1971 berpendapat bahwa yangdimaksud dengan politik sebenarnya ialah usaha-usaha yang dijalankan oleh para warga negarauntuk mencapai kekuasaan dalam negara. MenurutBudiarjo 2008 politik adalah bermacam-macamkegiatan dalam suatu sistem sosial yangmenyangkut proses menentukan danmelaksanakan PolitikMenurut Almond dan S. Verba 1991,budaya politik adalah sikap orientasi warga negaraterhadap sistem politik dan aneka ragambagiannya, dan sikap terhadap peranan warganegara di dalam sistem itu. Menurut Marbun2005, budaya politik adalah pandangan politikyang mempengaruhi sikap, orientasi, dan pilihanpolitik seseorang. Budaya politik lebihmengutamakan dimensi psikologis dari suatusistem politik, yaitu sikap, sistem kepercayaan,simbol yang dimiliki individu dan yangdilaksanakannya dalam Larry Diamond 2003, budayapolitik adalah keyakinan, sikap, ide-ide, nilai,sentimen, dan evaluasi suatu masyarakat tentangsistem politik negeri mereka dan peran masing-masing individu dalam sistem itu. Menurut Mas’oeddan Andrews 1986, budaya politik adalah sikapdan orientasi warga suatu negara terhadapkehidupan pemerintahan negara dan Almond dan Powell 1966, budaya politikadalah suatu konsep yang terdiri dari sikap,keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan yangsedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat,termasuk pola kecendrungan-kecendrungankhusus serta pola-pola kebiasaan yang terdapatpada kelompok-kelompok dalam Tipe-tipe Budaya Politika. Budaya Politik Parokial Parochial PoliticalCultureBudaya Politik ini terbatas pada satu wilayahatau lingkup yang kecil atau sempit. Pada umumnyabudaya politik ini terdapat dalam masyarakat yangtradisional dan sederhana. Dalam masyarakat Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 1 2018 ini, spesialisasi sangat kecil dan belumbanyak Budaya Politik Subyek Subject PoliticalCultureMenurut Muchar Mas’oed dan ColinMacAndrews, budaya politik subjek menunjukkanpada orang-orang yang secara pasif patuh padapejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undangUU, tetapi tidak melibatkan diri dalam politikataupun memberikan suara dalam Budaya Politik Partisipan ParticipantPolitical CultureMenurut Almond dan Verba, budaya politikpartisipan adalah suatu bentuk budaya dimanaanggota masyarakat cenderung diorientasikansecara eskplisit terhadap sistem sebagaikeseluruhan dan terhadap struktur dan prosespolitik serta administratif. Budaya politik iniditandai oleh adanya kesadaran bahwa dirinyaataupun orang lain, sebagai anggota aktif dalamkehidupan politik. Ini menunjukkan pada orangorang yang tidak dalam kegiatan politik, palingtidak dalam kegiatan pemberian suara Voting danmemperoleh informasi yang cukup banyak Pendidikan PolitikMenurut Gabriel Almond dalam Mas’oed1986, pendidikan politik adalah bagian darisosialisasi politik yang khusus membentuk nilai-nilai politik, yang menunjukkan bagaimanaseharusnya masing-masing masyarakatberpartisipasi dalam sistem politiknya. MohammadNuh sebagaimana dikutip oleh Wayan Sohib 2009mengatakan, pendidikan politik tidak terbatas padapengenalan seseorang terhadap peran individudalam partisipasinya dalam pemerintahan, partaipolitik dan birokrasi. Tetapi pada hakikatnyaadalah terbangunnya proses pendawasaan danpencerdasan seseorang akan tanggung jawabindividu dan kolektif untuk menyelesaikanpermasalahan bangsa sesuai otoritasnya yangmengandung makna mentalitas dan etika Surono sebagaimana dikutipRamdlang Naning 19828, pendidikan politikadalah usaha untuk masyarakat politik, dalam artimencerdaskan kehidupan politik rakyat,meningkatkan kesadaran warga terhadap kepekaandan kesadaran hak, kewajiban dan tanggung jawabterhadap bangsa dan 1990 mengidentifikasi pendidikanpolitik dalam arti kata yang longgar yaitu sosialisasipolitik adalah bagian langsung dari kehidupanmasyarakat sehari-hari. Disenangi ataukah tidak,diketahui ataukah tidak, disadari ataukah tidak, halitu dialami oleh anggota-anggota masyarakat, baikpenguasa ataupun orang awam. Jadi kalau bolehdisimpulkan, pendidikan politik dalam arti katayang ketat dapat diartikan usaha yang sadar untukmengubah proses sosialisasi masyarakat sehinggamereka memahami dan menghayati betul nilai–nilai politik yang terkandung dalam suatu sistempolitik yang ideal yang hendak dibangun. Hasilpenghayatan itu akan menghasilkan/melahirkansikap dan tingkah laku politik baru yangmendukung sistem politik yang ideal itu, danbersamaan dengan itu lahir pula kebudayaanpolitik Kantaprawira 2004, pendidikanpolitik yaitu untuk meningkatkan pengetahuanrakyat agar mereka dapat berpartisipasi secaramaksimal dalam sistem politiknya. Sesuai pahamkedaulatan rakyat atau demokrasi, rakyat harusmampu menjalankan tugas partisipasi. Bentuk-bentuk pendidikan politik dapat dilakukan melaluia Bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain bentuk publikasi massa yang biasa membentukpendapat umum; b Siaran radio dan televisi serta filmaudio visual media; c Lembaga atau asosiasi dalammasyarakat seperti masjid atau gereja tempatmenyampaikan khotbah, dan juga lembaga pendidikanformal ataupun Bentuk dan Proses Pendidikan PolitikBentuk dan proses sosialisasi ataupendidikan politik menurut Kavang 1998, ituterbagi atas dua jenis, yaitu a Bentuk dan prosesyang bersifat laten atau tersembunyi dimanakegiatan atau aktivitasnya berlangsung dalamlembaga-lembaga sosial non politis sepertilingkungan keluarga, lingkungan sosial dankeagamaan, lingkungan kerja maupun lingkungansekolah atau kampus. b Bentuk dan proses yangbersifat terbuka di mana aktivitasnya berlangsungdalam lembaga politis tertentu termasuk pemiludan perangkat-perangkatnya.Adapun bentuk sosialisasi politikberdasarkan jumlah peserta audience atau massa Asmika Rahman. Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan Kewarganegaraan48yang mengikutinya dibedakan menjadi bentukumum dan bentuk terbatas. Bentuk umum terjadibila massa audience yang melaksanakannya tidakdibatasi jumlahnya sedangkan bentuk yangterbatas jumlahnya dibatasi untuk Partisipasi PolitikSecara etimologi kata partisipasi berasal darikata latin “Pars” dan “capere”. Pars berarti bagian-bagian dan capere berarti mengambil atau ikutserta. Jadi diartikan partisipasi adalah “ikut sertamengambil bagian”. Kemudian dalam bahasaInggris, disebut participate atau participationberarti mengambil bagian atau mengambilperanan. Rush dan Althoff 2001 mengatakanbahwa partisipasi politik adalah keterlibatanindividu sampai macam-macam tingkatan di dalamsistem Budiardjo 2008, sebagai definisiumum dapat dikatakan bahwa partisipasi politikadalah kegiatan seorang atau kelompok oranguntuk ikut serta secara aktif dalam kehidupanpolitik, antara lain dengan jalan memilih pimpinannegara dan secara langsung atau tidak langsungmempengaruhi kebijakan pemerintah publicpolicy. Kegiatan ini mencakup kegiatan sepertimemberikan suara dalam pemilihan umum,menghadiri rapat umum, mengadakan hubungancontacting atau lobbying dengan pejabatpemerintah atau anggota parlemen, menjadianggota partai, atau salah satu gerakan sosialdengan direct action dan Bentuk Partisipasi PolitikMenurut Mas’oed & Andrews 1986partisipasi politik terbagi dalam 2 dua bentuk,yakni secara Konvesional dan Non tersebut adalaha. Partisipasi politik secara konvensional adalahpemberian suara voting, diskusi politik,kegiatan kampanye, membentuk danbergabung dalam kelompok kepentingan,komunikasi individual dengan pejabat politikdan Partipasi politik secara non konvensionaladalah pengajuan petisi demonstrasi,konfrontasi mogok, tindakan politik terhadapharta benda perusakan, pemboman,pembakaran, tindakan kekerasan politikterhadap manusia penculikan, pembunuhan,perang gerilya dan revolusi.6. Pemilih PemulaPemilih adalah sebagai semua pihak yangmenjadi tujuan utama para kontestan untukmereka pengaruhi dan keyakinan agar mendukungdan kemudian memberikan suaranya kepadakontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal inidapat berupa konstituen maupun masyarakat padaumumnya. Konstituen adalah kelompokmasyarakat yang merasa diwakili oleh suatuideology tertentu yang kemudian termanisfestasidalam institusi politik seperti partai politikPrihatmoko, 2005.Pemilih di Indonesia dibagi menjadi tigakategori. Pertama pemilih rasional, yakni pemilihyang benar-benar memilih partai berdasarkanpenilaian dan analisis mendalam. Kedua, pemilihkritis emosional, yakni pemilih yang masih idealisdan tidak kenal kompromi. Ketiga, pemilih pemula,yakni pemilih yang baru pertama kali memilihkarena usia mereka baru memasuki usia pemula adalah warga negara yang didaftaroleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih,dan baru mengikuti pemilu memberikan suarapertama kali sejak pemilu yang diselenggarakan diIndonesia dengan rentang usia 17-21 tahunFenyapwain, 2013.Pahmi 2010 mengatakan bahwa pemilihadalah warga Negara Indonesia yang telah genapberusia 17 tahun atau lebih atau sudah/ Undang-Undang No. 10 tahun 2008Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 serta pasal 20menyebutkan bahwa pemilih pemula adalah wargaIndonesia yang pada hari pemilihan ataupemungutan suara adalah warga Negara Indonesiayang sudah genap berusia 17 tahun dan atau lebihatau sudah/pernah kawin yang mempunyai hakpilih, dan sebelumnya belum termasuk pemilihkarena ketentuan Undang-Undang menurut Suhartono 20096pemilih pemula khususnya remaja mempunyai nilaikebudayaan yang santai, bebas, dan cenderungpada hal-hal yang informal dan mencarikesenangan, oleh karena itu, semua hal yangkurang menyenangkan akan dihindari. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 1 2018 Teori Perilaku Pemilih Voting BehaviorPerilaku pemilih voting behavior dapatdianalisis dengan tiga pendekatan, antara lainadalah a. Pendekatan Sosiologis. Keterkaitan antaramodel sosiologis dengan perilaku pemilihterhadap keanggotaan kelompok mengatakanbahwa pemilih cenderung mengadopsi pola-pola pemungutan suara dicerminkan olehfaktor ekonomi dan kedudukan sosialnyadimana ia berada, terutama dalamkelompoknya. Pengaruh sosiologis terhadapperilaku pemilih yakni identifikasi kelas sosialyakni kesamaan yang dalam pandanganpemilih ada diantara kedudukan sosial dirinyadengan kedudukan sosial partai politik. Namunjuga aspek agama, kelas sosial, etnisitas,gender, dan juga aspek daerah tempat tinggalSitepu, 2012.b. Pendekatan Psikologis. Pemilih yang secarapsikologis terikat dengan partai politik, atauberupa kesamaan psikologis yang terlihatantara diri dan keadaan seseorang denganpartai yang hendak dipilihnya. Lalu kemudianada lagi yang namanya identifikasi kelas sosialyaitu kesamaan yang dalam pandanganpemilih, ada diantara kedudukan sosial dirinyadan kedudukan sosial partai politik. Parapemilih dilihat sebagai orang yangmenidentifikasikan dirinya dengan satu partaipolitik tertentu. Jadi, intinya adalah bahwaidentifikasi seseorang pemilih denganpartaipartai politik tidak didasarkan kepadakesamaan kelas sosial akan tetapi didasarkanpada kesamaan orientasi budaya Sitepu,2012.c. Pendekatan Rasional. Alasan pilihan rasionalberupa perhitungan tentang untung dan rugisecara pribadi jikalau seseorang memilihsebuah partai politik suatu hal yang dapatmenjelaskan mudahnya perpindahanseseorang dari partai satu kepartai yanglainnya. Pendekatan pilihan rasional melihatkegiatan memilih sebagai produk kalkulasiuntung dan rugi. Oleh sebab itu yang menjadipertimbangan adalah tidak hanya “ongkos”memilih dan kemungkinan suaranya dapatmemengaruhi hasil yang diharapkan. Bagipemilih, pertimbangan untung rugidipergunakan untuk membangun keputusantentang partai atau kandidat yang dipilih,terutama untuk membuat keputusan apakahikut memilih atau tidak ikut memilih Sitepu,2012.Studi mengenai perilaku memilih jugadikembangkan oleh Dennis Kavanagh Imawan1995 sebagai berikuta. Structural Approach. Dalam pendekatan inistruktur social dipandang sebagai basis daripengelompokan politik. Bahwa tingkah lakupolitik seseorang, termasuk dalam menentukanpilihan politiknya, ditentukan olehpengelompokan sosialnya yang pada umumnyadidasarkan atas kelas sosial, agama, desakota,bahasa dan Sociological Approach. Pendekatan iniberpendapatbahwa tingkah laku politikseseorang dipengaruhi oleh identifikasi sertanorma-norma yang dianut oleh satu pendekatan ini, mobilitas seseoranguntuk keluar dari satu kelompok danbergabung dengan kelompok lain Ecological Approach. Pendekatan inimemandang faktor-faktor yang bersifatekologis, seperti daerah, sangat menentukantingkah laku politik seseorang. Misalnya, dalampendekatan ini percaya bahwa mereka yanglahir dan dibesarkan di daerah pesisir pantailebih bersikap demokratis dibandingkandengan mereka yang berada di Social Psychological Approach. Dalampendekatan ini tingkah laku dan keputusanpolitik seseorang sangat dipengaruhi olehinteraksi antara factor internal, seperti sistemkepercayaan, dan factor eksternal, sepertipengalaman politik. Pendekatan inimemandang bahwa tingkah laku dankepercayaan individu menentukan danmembentuk norma-norma Rational Choice Approach. Pendekatan inimemandang bahwa semakin modernnya sertamakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat,maka masyarakat akan selalumemperhitungkan keuntungan dan kerugianyang akan diperoleh bila melakukan satutindakan politik. Asmika Rahman. Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan Kewarganegaraan50SIMPULANSiswa sebagai pemilih pemula ataumasyarakat secara umum dituntut untuk melekterhadap politik, agar dapat berperan sebagaipengontrol terhadap jalannya pemerintahan yangberkuasa. Untuk menciptakan masyarakat yangmelek politik, maka diperlukan pendidikan politiksejak dini. Pendidikan Kewarganegaraan memilikiperanan penting dalam memberikan pemahamanterhadap politik melalui sarana pendidikan dilingkungan sekolah bagi pemilih pemula. Politikdapat dipahami sebagai suatu proses dan sistempenentuan dan pelaksanaan kebijakan yangberkaitan erat dengan warga negara dalam satunegara kota. Pendidikan politik adalah bagian darisosialisasi politik yang khusus membentuk nilai-nilai politik, yang menunjukkan bagaimanaseharusnya masing-masing masyarakatberpartisipasi dalam sistem politiknya. Pendidikanpolitik dalam hal ini dilakukan melalui matapelajaran pendidikan kewarganegaraan, secaraeksplisit terdapat pada materi pelajaran di jenjangSekolah Menengah Atas SMA kelas XI sebelas,yaitu pada BAB Budaya Politik. Partisipasi politikadalah kegiatan seorang atau kelompok oranguntuk ikut serta secara aktif dalam kehidupanpolitik, antara lain dengan jalan memilih pimpinannegara dan secara langsung atau tidak langsungmempengaruhi kebijakan pemerintah publicpolicy. Pemilih pemula adalah warga negaraIndonesia yang terdaftar sebagai pemilihberdasarkan ketentuan undang-undang pemilihanumum dengan usia minimal 17 tahun atausudah/pernah kawin serta baru pertama kalimendapatkan hak suara pada saat pemiludilaksanakan. Perilaku pemilih voting behaviordapat dianalisis dengan tiga pendekatan, antaralain a Pendekatan Sosiologis, b PendekatanPsikologis, c Pendekatan Rasional. Pendekatanyang digunakan dalam ha ini adalah pendekatanrasional, yaitu pertimbangan untung rugi dalammemilih partai atau kandidat calon pemimpin,terutama untuk membuat keputusan apakah ikutmemilih atau tidak ikut memilih yang dilakukanoleh siswa sebagai pemilih pemula atau masyarakatsecara TERIMAKASIHTerimakasih kepada Dr. Marzuki, danDR. Suharno, selaku dosen pengampumatakuliah Penulisan Karya Ilmiah. Telahmembimbing dan mengarahkan dalam pembuatanpaper jurnal ini. Terimakasih juga kepada prodiPendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,Program Pascasarjana, sudah memberikankesempatan dalam berkarya dan PUSTAKAAffandi, M. 1971. Himpunan Kuliah Ilmu IlmuKenegaraan. Alumni 1990. Masalah dan Prospek Pembangunan Politikdi Indonesia,Kumpulan Karangan, Jakarta G. & G. Bingham Powell, Jr. 1966. ComparativePolitics A Developmental Approach. Boston LittleBrown and Company G. & Sidney .V. 1990. Budaya Politik TingkahLaku Politik dan Demokrasi di Lima Bumi M. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. JakartaGramedia Pustaka L. 2003. Developing Democracy TowardsConsolidation. Yogyakarta IRE D. 1981. A Framework for Political The University of Chicago 2013. Pengaruh Iklan Politik dalamPemilukada Minahasa Terhadap PartisipasiPemilih Pemula di Desa Tounelet KecamatanKakas. Journal “Acta Diurna” Volume I. No. 1Tahun R. 1995. Pemilihan Umum 1992. DinamikaPemilih dalam Pemilu 1992. Suatu Center for Strategic and R. 2004, Sistem Politik Indonesia, SuatuModel Pengantar, Edisi Revisi, Bandung Sinarbaru D. 1998. Political Culture. Bandung Ade Ivan Prayetno, 2017,Perilaku Memilih Pemilih Pemula pada ProsesPemilihan Kepala Desa Laut Dendang Tahun2016, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 9 1 D. 2015. Peran Pendidikan Politik terhadapPartisipasi Politik Pemilih Muda. Jurnal Politico 17 H. D., Lerner, D., & Rothwell, C. E. 1952. TheComparative Study of Elites. Stanford HooverInstitute 2005. Kamus Politik. Jakarta PustakaSinar M., & Andrews, C. 1986. Perbandingan SistemPolitik. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 1 2018 Ramdlang, 1982, Pendidikan Politik danRegenerasi, Jakarta 2010. Politik Pencitraan. Jakarta P., 2017. Peranan Partai Politik dalamMelaksanakan Pendidikan Politik. JPPUMA JurnalIlmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 5 1 51-59Prihatmoko, 2005. Pemilihan Kepala DaerahLangsung. Filosofi, Sistem dan ProblemaPenerapan di Indonesia. Semarang M & Althoff, P. 2001. Pengantar Sosiologi PT. Raja Grafindo 2011. Orientasi politik yang mempengaruhipemilih pemula dalam menggunakan hak pilihnyapada pemilihan Walikota Semarang Tahun Januari-Juni 2011,hal. P. A. 2012. Teori-teori Politik. Yogyakarta 2009. Tingkat Kesadaran Politik PemilihPemula Dalam Pilkada; Suatu Refleksi School-Based Democracy Education Studi Kasus PilkadaProvinsi Banten Jawa Barat”, Hasil Penelitian,Pascasarjana UPI, 2009 hal A. 2017. Pemahaman Siswa TentangKonsep Demokrasi Dalam PendidikanKewarganegaraan, dalam Prosiding SeminarNasional Tahunan Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 2017, Hal. 530-534Undang-Undang nomor 10 tahun PemilihPemula. ... Setelah proses pemberian materi selesai selanjutnya pemateri mengembalikan kepada moderator untuk melanjutkan ke sesi berikutnya. Sosialisasi ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam pesta politik, begitupun pada mahasiswa awal yang memprogramkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Hemafitria & Rianto, 2016;Rahman, 2018. ... Irma IrayantiIpandang IpandangAhmadi AhmadiAbdul WahidTahun 2024, Indonesia akan memasuki tahun pesta demokrasi sebagai sumber kekuatan politik yang mengakomodir kedaulatan rakyat demi keterwakilan yang adil. Pemilih pemula merupakan “hal yang seksi” yang diperebutkan oleh partai politik. Oleh karena itu, sasaran pengabdian masyarakat ini adalah siswa kelas XII SMA yang baru akan memiliki pengalaman pertama dalam memilih. Metode yang digunakan adalah sosialisasi langsung ke sekolah sasaran yakni SMAN 13 Konawe Selatan. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terkait pemilu baik syarat maupun implikasi pelaksaan pemilihan umum bagi para siswa yang memiliki hak ini merupakan ajang untuk menambah pengetahuan para siswa dalam menghadapi demokrasi di Indonesia utamanya pada pemilihan umum yang akan mereka hadapi untuk pertama kalinya.... Indonesia selama ini memakai batas usia 17 tahun dan atau telah menikah serta berkewarganegaraan Indonesia sebagai syarat untuk disebut sebagai pemilih. Pendidikan pemilih dengan demikian adalah usaha untuk menanamkan nilai-nilai yang berkaitan dengan pemilu dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kepada warganegara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dalam dalam pemilu Rahman, A. 2018. ...Abdul MalikSyaripuddin SyaripuddinHarianto HariantoDesa Duampanua adalah salah satu desa yang ada di Kecamtan Anreapi, Kabupaten Polewali Mandar. Yang dihuni oleh sekitar ± 936 kk, dari banyaknya jumlah masyarakat banyak pula yang kurang paham dalam pelaksanaan pemilihan umum terutama bagi pemilih pemula. Mekanisme pelaksanaan pemerintahan demokrasi adalah pemilihan umum pemilu yang awalnya hanya untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di lembaga legislatif tetapi juga digunakan sebagai mekanisme dalam pemilihan kepala Daerah dan Desa. Bagaimana diketahui di Polewali Mandar akan dilaksankan Pilkades serentak pada bulan November di beberapa Desa di Kab. Polewali Mandar salah satunya Desa Duampanua. Maka dari itu mahasiswa Program Unasman Mebangun Desa PUMD yang ada di Desa Duampanua bekerjasama dengan Bawaslu dan pemerintah Desa Duampanua meberikan pemahaman dalam mensosialisasikan penyuluhan pendidikan pemilih pemula terhadap masyarakat Desa Duampanua. Potensi pemilih pemula di Indonesia cukup besar siring dengan jumlah pemilih pemula yang signifikan. Pemilih adalah warga Negara yang mesti difasilitasi dengan baik untuk dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas di bilik suara. Idealnya dalam menjatuhkan pilihan, pemilih menggunakan kalkulasi yang rasional dan ilmiah berdasarkan pada pengetahuan, kesadaran dan rasa tanggung jawab untuk membangun bangsa dan Negara. Untuk menuntun masyarakat menjadi pemilih yang sukarela, mandiri, rasional dan cerdas maka mereka perlu diberi pengetahuan dan ditumbuhkan kesadaran politiknya. Di sinilah pentingnya penyelenggaraan pendidikan bagi pemilih pemula.... Setelah proses pemberian materi selesai selanjutnya pemateri mengembalikan kepada moderator untuk melanjutkan ke sesi berikutnya. Sosialisasi ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam pesta politik, begitupun pada mahasiswa awal yang memprogramkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Hemafitria & Rianto, 2016;Rahman, 2018. ... Irma IrayantiIpandang IpandangAhmadi AhmadiAbdul WahidTahun 2024, Indonesia akan memasuki tahun pesta demokrasi sebagai sumber kekuatan politik yang mengakomodir kedaulatan rakyat demi keterwakilan yang adil. Pemilih pemula merupakan “hal yang seksi” yang diperebutkan oleh partai politik. Oleh karena itu, sasaran pengabdian masyarakat ini adalah siswa kelas XII SMA yang baru akan memiliki pengalaman pertama dalam memilih. Metode yang digunakan adalah sosialisasi langsung ke sekolah sasaran yakni SMAN 13 Konawe Selatan. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terkait pemilu baik syarat maupun implikasi pelaksaan pemilihan umum bagi para siswa yang memiliki hak ini merupakan ajang untuk menambah pengetahuan para siswa dalam menghadapi demokrasi di Indonesia utamanya pada pemilihan umum yang akan mereka hadapi untuk pertama YunusSukri TammaDian EkawatyThis paper aims to show how the formation of political preferences of first-time voters occurs. As a factor that influences political behavior, the understanding of political preferences becomes important thinking of a person or community, including the first-time voters. As one of the important segments in political dynamics, first-time voter existence is always an interesting aspect to be examined, including their existence as people who are about to exercise their voting rights for the first time. So far, the first-time voters have tended to be seen as a segment that seems simply to understand their political behavior tendencies due to assumed it is often reflecting the political attitudes of their parents or family. However, since the emergence of social media, there has been a tendency of shifted related to their forming political preferences. Based on research conducted in the City of Makassar towards students in several high schools as first-time voters, this paper aims to show how the actual role of schools, parents, and social media roles in shaping their political preferences that shaping the tendency of their political Abdi MuhammadNopyandri NopyandriUjang BabasKegiatan PKM berupa sosialisasi pendidikan politik untuk siswa Sekolah Pinggiran Kota Jambi dalam menghadapi pilkada serentak Provinsi Jambi tahun 2020 bertujuan 1 meningkatkan pemahaman generasi muda khususnya siswa SMA di Kota Jambi terhadap pengetahuan politik; 2 meningkatkan partisipasi serta kesadaran generasi muda khususnya siswa SMA yang merupakan pemilih pemula dalam pilkada kota terhadap politik Kota Jambi; dan 3 mencerdaskan generasi muda khususnya pemilih pemula Kota Jambi akan pentingnya pengetahuan dan partisipasi politik khususnya di Kota Jambi. Pelaksanaan kegiatan PKM ini dilaksanakan melalui metode sosialisasi, monitoring serta controlling terhadap mitra pengabdian yaitu siswa yang telah memiliki hak memilih pada SMAN 7 Kota Jambi. Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan PKM berupa survei lapangan, kunjungan dan diskusi melalui komunikasi dua arah dengan kepala sekolah dan guru, pelatihan dan FGD, simulasi pencoblosan dan follow up. Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan PKM berupa sosialisasi pendidikan politik untuk siswa Sekolah Pinggiran Kota Jambi dalam menghadapi pilkada serentak Provinsi Jambi tahun 2020, disimpulkan bahwa adanya peningkatan partisipasi, pengetahuan, pemahaman dan kesadaran berpolitik yang signifikan pada siswa SMAN 7 Kota Jambi dalam memahami pentingnya partisipasi politik, baik dalam proses politik pemilu maupun mengawal berjalannya pembangunan JuliSabudin SabudinJoni SiusMamasa merupakan daerah yang berada dalam lingkup Komunitas Kondosapata Uaisapalean yang merupakan gabungan dari keberadaan awal Pitu Ulunna Salu PUS ditambah komunitas lain yang terbentuk di sekitar PUS. Penduduk di Kabupaten Mamasa adalah 83% Kristen dari berbagai denominasi gereja termasuk Kristen Katolik. Uaisapalean Kondosapata menganut Ada 'Tuo. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh adat dan budaya Mamasa terhadap pilihan politik masyarakat Mamasa di tingkat kabupaten, provinsi dan nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mewawancarai sumber yang kompeten dan memahami esensi penelitian dalam pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang cukup kuat antara Bea Cukai dan Budaya Mamasa terhadap pilihan politik masyarakat Mamasa. Adat dan Budaya di Kabupaten Mamasa berbeda dari satu daerah ke daerah lain, mempengaruhi dan membentuk masyarakat dengan karakter yang AzzuhriABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui partisipasi politik pemilih pemula di Desa Sukaraja Kecamatan Sukamerindu Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dengan menggunakan konsep dari Milbrath dan Goel mengenai orang yang setidak- tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilihan umum. Data yang dikumpulkan bersumber dari observasi, wawancara dan dokumentasi terhadap pemilih pemula di Desa Sukaraja Kecamatan Sukamerindu Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. Data yang didapa direduksi dan diverifikasi. Hasil penemuan ini ditemukan bahwa partisipasi politik pemilih pemula di Desa Sukaraja Kecamatan Sukamerindu Kabupaten Lahat Sumatera Selatan sangat rendah di antara Desa-Desa yang ada di Kecamatan Sukamerindu dan dapat dibuktikan dari hasil rekapitulasi dari Kantor Camat Sukamerindu Kabupaten Lahat Sumatera Selatan bahwa partisipasi politik pemilih pemula tahun 2018 di Desa Sukaraja sebanyak 28 Orang pemilih pemula yang berpartisipasi atau melibatkan diri dalam pemilihan Bupati yang berpersentase sebanyak 40%.Kata Kunci Partisipasi Politik, Pemilih Pemula, PemiluAbstrak. Perubahan persentase pada jumlah pemilih menjadikan pemilih pemula sebagai salah satu kategori pemilih yang mampu memberikan hak suaranya berdasarkan dengan efikasi dalam dirinya. Untuk meningkatkan efikasi dan partisipasi pemilih pemula dibutuhkan tools yang efektif, sehingga pemilih pemula mampu menentukan pilihannya berdasarkan bekal yang telah ia dapatkan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas modul pendidikan politik dalam meningkatkan efikasi politik dan partisipasi politik pada pemilih pemula di Kabupaten Barru. Subjek penelitian ini berjumlah 662 pemilih pemula di masing-masing sekolah SMA Kabupaten Barru, usia minimal subjek 17 tahun dan memiliki KTP. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode cluster random sampling. Pengambilan data penelitian ini menggunakan Skala Efikasi Politik dan Skala Partisipasi Politik. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji MANOVA dengan bantuan program SPSS 25. Berdasarkan hasil uji hipotesis dalam penelitian ini, diperoleh p=0,022 p< 0,05 artinya hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu penggunaan modul pendidikan politik efektif dalam meningkatkan efikasi politik dan partisipasi politik pada Siswa SMA di Kabupaten Barru. Kata Kunci efektivitas modul, efikasi politik, partisipasi politik, pendidikan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan politik di SMA Negeri 4 Kerinci melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKn. Apa faktor penghambat dan upaya yang dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan politik melalui pembelajaran PPKn. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Informan guru PPKn, kepala sekolah, wakil kurikulum dan siswa kelas XI. Data didapatkan dengan metode observasi, wawancara dan studi dokumentasi yang selanjutnya diuji keabsahannya dengan menggunakan teknik triangulasi sumber. Data kemudian dianalisis dengan cara mereduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan politik di SMA Negeri 4 Kerinci melalui pembelajaran PPKn belum optimal dalam rangka mewujudkan warga negara yang melek politik, kesadaran politik dan keterampilan politik yang tinggi. Faktor penghambat dalam pelaksanakaan pendidikan politik melalui pembelajaran PPKn yakni keterbatasan sumber belajar yang hanya terfokus pada buku teks dan Lembar Kerja Siswa, keterbatasan sarana dan prasarana sehingga guru sulit mengembangkan media pendidikan politik dalam pembelajaran PPKn. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan politik ialah Pertama, guru harus lebih kreatif dalam mencari sumber belajar dari berbagai media massa. Kedua, guru harus lebih kreatif dan inovatif serta selektif dalam menggunakan berbagai metode dan media pendidikan politik dalam pembelajaran Fakhri Ali KhaleharAde Adliana Salim ZarkasyiPrayetno , , ini dilakukan di Desa Laut Dendang yang tahun 2016 lalu mengadakan pemilihan Kepala Desa. Penelitian ini terjadi karena melihat angka pemilih pemula antusias dalam memilih calon Kepala Desa, tetapi tidak tahu apa dasar mereka melakukan pemilihan. Oleh sebab itu, penulis ingin mengetahui bagaimana perilaku memilih pemilih pemula pada proses pemilihan Kepala Desa tahun 2016. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa pendekatan yang digunakan oleh pemilih pemula pada pemilihan Kepala Desa tahun 2016 lebih banyak memiliki kecenderungan menggunakan pendekatan sosiologis. Dari rekapitulasi table indicator, dari keempat pendekatan yang ditawarkan untuk menganalisis perilaku memilih pemilih pemula, pendekatan sosiologis memiliki angka persentasi lebih PasaribuPolitical parties are organized groups and their members have an orientation, values of the same ideals. The aim is to gain political power and to seize political positions, usually by constitutional means to implement their policies. Thus it can be said that political parties are one of the core instructions and modern democracy. Modern democracy relies on a system called representation repressentif, whether the representation of formal state institutions such as parliament DPRD / DPR and representation of community aspirations in party instructions. Political parties function to seek and teach talented persons to actively participate in political activities as party members thus participate in politics. This is an important role in political parties to provide political education for the Kuliah Ilmu Ilmu KenegaraanM AffandiAffandi, M. 1971. Himpunan Kuliah Ilmu Ilmu Kenegaraan. Alumni dan Prospek Pembangunan Politik di IndonesiaAlfianAlfian. 1990. Masalah dan Prospek Pembangunan Politik di Indonesia, Kumpulan Karangan, Jakarta PT. Politik Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima NegaraG AlmondV SidneyAlmond, G. & 1990. Budaya Politik Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta Bumi BudiardjoBudiardjo, M. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta Gramedia Pustaka Iklan Politik dalam Pemilukada Minahasa Terhadap Partisipasi Pemilih Pemula di Desa Tounelet Kecamatan KakasM M FenyapwainFenyapwain, 2013. Pengaruh Iklan Politik dalam Pemilukada Minahasa Terhadap Partisipasi Pemilih Pemula di Desa Tounelet Kecamatan Kakas. Journal "Acta Diurna" Volume I. No. 1 Tahun 2013.